Bulan April nanti bisa dipastikan keputusan pemerintah Indonesia telah bulat menaikan harga BBM setelah pidato kenegaraan presiden beberapa waktu yang lalu. Kenaikan BBM sudah pasti memberatkan, dan telah banyak yang mendebatnya, namun tak juga didengarkan oleh pemerintah kita. Lha, kurasa aku tak perlu lagi protes di sini jika begitu situasinya.
Ya, rakyat bisa bicara apa? Yang mau diajak bicara saja ndak mau mendengarkan.
Mau tidak mau saat harga BBM naik melambung, maka yang terhimpit cuma bisa pasrah. Mau menolak BLT-pun untuk harga diri tidak sanggup, bagaimana mau menolak, karena perut juga semakin keroncongan - perut sendiri walau tidak masalah, belum tentu sama rasanya saat mendengar keroncongan perut anak cucu.
Yang terhimpit bisa saja melakukan revolusi, namun apa daya ndak semuanya cukup cerdas buat itu. Bagaimana mau cerdas, yang terhimpit mau mencari ilmunya saja susah, sekolah pada mahal. Kalau mau sekolah, mesti juga bisa menahan lapar, nah bagaimana mau menyerap ilmu dengan baik di antara kebisingan keroncong yang selalu berdendang di dalam perut?
Ndak salah orang bilang ini zaman edan. Yang punya kuasa ndak mau memikirkan yang memberikannya mandat atas kuasa, yang memimpin ndak peduli perut yang dipimpinnya. Lalu salah siapa negeri ini jadi carut-marut?
Aku menulis dalam kebodohan, dalam kegelapan, aku menulis bukan untuk menggoreskan cahaya, namun menumpukkan tinta kegelapan. Dan ketika semua kegelapan telah kutuangkan, maka yang tersisa adalah cahaya.
Senin, 19 Maret 2012
Harga BMM Membumbung, Rakyat pun Terhimpit

Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar